Ulat grayak ini menyerang tanaman padi pada semua stadia.
Serangan terjadi biasanya pada malam hari sedangkan siang harinya larva ulat
grayak bersembunyi pada pangkal tanaman, dalam tanah atau di tempat-tempat yang
tersembunyi. Seranga ulat ini memakan helai-helai daun dimulai dari ujung daun
dan tulang daun utama ditinggalkan sehingga tinggal tanaman padi tanpa helai
daun. Pada tanaman yang telah membentuk malai, ulat grayak seringkali memotong
tangkai malai, bahkan ulat grayak ini juga menyerang padi yang sudah mulai
menguning . Batang padi yang mulai menguning itu membusuk dan mati yang
akhirnya menyebabkan kegagalan panen. Serangan saat padi menguning atau keluar
malai inilah yang sangat merugikan petani.
Ulat grayak mempunyai sifat polyfag (makan semua tanaman)
sehingga ulat grayak bukan hanya menyerang tanaman padi, tetapi ulat grayak (Spodoptera litura) malah lebih sering menyerang tanaman cabai,
bawang merah, dan kedelai. Hama ini dapat menyerang suatu tanaman dengan sangat
cepat, bahkan dalam sehari suatu tanaman dapat habis daunnya karena diserang
oleh gerombolan ulat grayak. Organisme pengganggu tanaman (OPT) ini menggrogoti
bagian daun mulai dari tepi hingga bagian atas atau bawahnya bahkan hingga
tersisa epidermisnya saja. Jika daun suatu tanaman rusak, maka tanaman tidak
dapat fotosintesis dan tidak dapat meningkatkan produktivitas tanaman tersebut.
Serangga dewasa dari jenis Leucania Separata memiliki ukuran
panjang bentangan sayap depan antara 45 - 50 mm dengan warna bervariasi antara
merah bata sampai coklat. Serangga ini berumur 3 - 7 hari dan untuk seekor
serangga betina ini dapat bertelur sebanyak 80 - 230 butir.
Serangga dewasa jenis Spodoptera litura, memiliki ukuran panjang
badan 20 - 25 mm, berumur 5 - 10 hari dan untuk seekor serangga betina jenis
ini dapat bertelur 1.500 butir dalam kelompok-kelompok 300 butir. Serangga ini
sangat aktif pada malam hari, sementara pada siang hari serangga dewasa ini
diam ditempat yang gelap dan bersembunyi.
Serangga ini memiliki telur dengan bentuk bulat. Telur dari
serangga Leucania separata susunannya diletakkan dalam 2 barisan dalam gulungan
daun atau pada pangkal daun permukaan sebelah bawah, dengan ukuran 0,5 x 0,45
mm, berwarna putih abu-abu dan berubah menjadi kuning sebelum menetas.
Sedangkan serangga Spodoptera F susunan telurnya diletakkan dalam kelompok tiap
kelompok tersusun oleh 2 - 3 lapisan telur, dan kelompok telur tertutup oleh
bulu-bulu pendek berwarna coklat kekuningan dengan umur telur 3 - 4 hari.
Larva Leucania separata memiliki jumlah instar 6 dengan ukuran
instar 1 panjang 1,8 mm dan instar 6 panjang 30 - 35 mm berwarna hijau sampai
merah jambu dan berumur 14 - 22 hari. Pada bagian punggungnya terdapat 4 garis
berwarna hitam yang membujur sepanjang badan.
Larva Spodoptera litura memiliki jumlah instar 5 dengan ukuran
instar 1 panjang 1,0 mm dan instar 5 panjang 40 - 50 mm berwarna coklat sampai
coklat kehitaman dengan bercak-bercak kuning dan berumur 20 - 26 hari.
Sepanjang badan pada kedua sisinya masing-masing terdapat 2 garis coklat muda.
Serangga ulat Grayak perlu diwaspadai karena pada siang hari
tidak tampak dan biasanya bersembunyi di tempat yang gelap dan didalam tanah,
namun pada malam hari melakukan serangan yang hebat dan bahkan dapat
menyebabkan kegagalan panen, mungkin itulah sebabnya maka serangga ini disebut
sebagai ulat grayak.
Pada lahan sawah yang kering sering sekali terserang oleh hama
ulat grayak oleh karena itu, untuk pengendalian ulat grayak ini kondisi tanah
sawah hendaknya diari dan perlu pengamatan lebih awal agar tidak terjadi
serangan yang hebat.
Pengamatan awal dapat dilakukan dengan cara apabila ada
kupu-kupu atau ngengat serta terlihat adanya telur serangga dapat dilakukan
dengan cara mekanis yaitu menangkap kupu-kupu dengan menggunakan jaring serta
membunuh telur-telur serangga yang dijumpai.
Meskipun umur larva atau ulat grayak ini berkisar 20 - 26 hari,
namun perlu diwaspadai karena larva atau ulat ini dapat menyerang hampir semua
fase pertumbuhan tanaman termasuk padi pada semua stadium pertumbuhan.
Setelah 20 - 26 hari ulat ini hidup dan menyerang tanaman, maka
ia akan berubah menjadi kepompong dan selanjutnya berubah jadi kupu-kupu.
Kupu-kupu bertelur dan setelah 4 - 5 hari akan menetas menjadi ulat atau larva
yang akan menyerang tanaman.
Kalau diringkas bioekologi hama ulat grayak
adalah sebagai berikut :
Cara mengendalikan ulat
grayak menurut Muhammad Arifin yang sebagai seorang profesor dan peneliti di
Badan Litbang Pertanian adalah sebagai berikut :
- Insektisida
nabati adalah ekstrak tanaman yang mempunyai sifat-sifat insektisida.
Azadirachtin yang diekstrak dari daun dan biji mimba (Azadirachta indica) merupakan salah satu metabolit sekunder yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan aktif insektisida. Azadirachtin berperan
sebagai penghambat pertumbuhan dan proses metamorfosis, penghalang
kegiatan makan, penolak kehadiran serangga (repellent), dan pemandul serangga (sterillant) (Shetlar dan Hale, 2008). Insektisida nabati dengan
bahan aktif azadirachtin efektif terhadap ulat grayak. Serbuk biji mimba
(50 g/l air) mampu mematikan ulat instar III sebesar 67% - 83% (Indiati,
2009; Koswanudin, 2002). Insektisida ini memiliki sifat, antara lain
persistensinya singkat sehingga diperlukan aplikasi berulang agar mencapai
keefektifan maksimal (Indiati, 2009).
- Bacillus thuringiensis (Bt) adalah bakteri gram positif yang berbentuk batang,
bersifat aerobik, dan membentuk spora. Bakteri ini mengandung protein
kristal (δ-endotoksin) dalam inclusion
body yang menyebabkan paralysis pada
usus sehingga serangga berhenti makan dan mengakibatkan kematian
(Bahagiawati, 2002). Bt var kustaki mudah diproduksi dan efektif terhadap ulat
grayak. Nilai LC50 dalam
waktu 72 jam untuk ulat instar III sebesar 259,895 ppm (Nurramdhan, 2005). Bt memiliki daya racun rendah, residu rendah, degradasi
lambat, dan aktivitas kontak terbatas. Keberhasilan Bt bergantung pada kegiatan monitoring dan aplikasi bila
serangga dalam siklus hidup yang rentan (Williamson, 1999).
- Metarhizium anisopliae adalah cendawan patogen pada berbagai jenis serangga
dan bersifat saprofit di dalam tanah. Cendawan ini memiliki kapasitas
reproduksi tinggi, siklus hidup pendek, dapat membentuk spora yang tahan
lama di alam walaupun dalam kondisi yang tidak menguntungkan, relatif
aman, bersifat selektif, relatif mudah diproduksi, dan tidak mengakibatkan
resistensi (Hall, 1973). Spora (disebut juga konidia) yang kontak dengan
tubuh serangga inang akan berkecambah kemudian mempenetrasi kutikula dan
berkembang dalam tubuh serangga yang mengakibatkan kematian. Pengaruh
mematikan ini dibantu oleh racun yang disebut destruxin. Kutikula ulat mati mengeras seperti mumi dan tumbuh
spora berwarna putih yang kemudian menjadi hijau bila kelembaban cukup
tinggi (Wikipedia, 2009). Cendawan patogen serangga ini mudah diperbanyak
dan efektif terhadap ulat grayak. Konidia dengan konsentrasi 107/ml
yang diaplikaskan satu kali mampu mematikan ulat grayak hingga 40%
sedangkan yang diaplikasikan tiga kali meningkat menjadi 83% (Prayogo et al., 2005).
- Nomuraea rileyi adalah
cendawan patogen pada berbagai jenis serangga. Spora cendawan ini menempel
pada tubuh serangga kemudian berkecambah dan mempenetrasi dinding tubuh.
Di dalam tubuh ulat, cendawan ini merusak jaringan dengan menggunakan
mikotoksin yang dihasilkannya. Akibatnya, metabolisme ulat terganggu,
aktivitas makan menurun, dan akhirnya mati dengan tubuh seperti mumi.
Sporulasi cendawan dimulai 1-2 hari setelah ulat mati (Deacon, 1983).
Cendawan patogen serangga ini mudah diperbanyak dan efektif terhadap ulat
grayak. Aplikasi dilakukan melalui penyemprotan spora dengan dosis 500
l/ha. Nilai LC50 cendawan
ini untuk ulat grayak instar IIIsebesar 1,471 x 106 spora/ml (Suparjiyem et al.,
2006).
- Steinernema dan Heterorhabditis adalah nematoda yang mampu menginfeksi berbagai jenis
serangga karena masing-masing bersimbiosis-mutualistik dengan bakteri
patogen Xenorhabdatus dan Photorhabdusdalam saluran pencernakan (Kaya dan Gaugler, 1993).
Stadia instar III yang disebut juvenil infektif (JI) hidup bebas di dalam
tanah, masuk ke dalam tubuh serangga melalui lubang mulut, anus, atau
spirakel dan membran antar ruas integumen (U Mass Extension, 2000) Di
dalam rongga tubuh serangga, JI melepaskan bakteri simbionnya. Bakteri
memperbanyak diri, membunuh serangga melalui proses peracunan darah
serangga (septicaemia) dan menyediakan kondisi lingkungan hidup yang sesuai
bagi pertumbuhan dan reproduksi nematoda. Setelah 1-2 minggu, JI baru yang
terbentuk meninggalkan tubuh serangga mati dan mencari inang baru.Steinernema dan Heterorhabditis efektif terhadap ulat grayak. Pada dosis 500 JI/ekor
ulat, kedua jenis nematoda tersebut mampu mematikan ulat grayak 98%
(Chaerani dan Suryadi, 1999). Nematoda diaplikasikan di lapang dengan
dosis 109 JI/ha (Biogen, 2004).
- NPV (nuclear-polyhedrosis
virus) adalah virus patogen serangga
berbentuk batang dan terdapat di dalam inclusion body yang disebut polihedra. Polihedra berbentuk kristal
bersegi banyak, terdapat di dalam inti sel yang rentan dari serangga inang,
seperti hemolimfa, badan lemak, hipodermis, dan matriks trakea. NPV memiliki sifat menguntungkan, antara lain: a) inangnya
spesifik, b) tidak membahayakan musuh alami, manusia, dan lingkungan, (c)
dapat mengatasi masalah resistensi hama terhadap insektisida, dan (b)
kompatibel dengan taktik PHT lainnya, termasuk insektisida kimiawi (Arifin et al., 1995).
- Ulat
grayak yang terinfeksi SlNPV (Spodoptera
litura nuclear-polyhedrosis virus)
tampak berminyak, disertai dengan membran integumen yang membengkak dan
perubahan warna tubuh menjadi pucat-kemerahan, terutama pada bagian perut.
Ulat cenderung merayap ke pucuk tanaman kemudian mati dalam keadaan
menggantung dengan kaki semunya pada bagian tanaman. Bioinsektisida SlNPV dengan dosis 500 g/ha (setara dengan 1,5 x 1011 PIBs/ha) yang diaplikasikan dua kali dalam selang seminggu,
masing-masing dengan dosis 250 g/ha, efektif terhadap ulatgrayak pada
kedelai. Perlakuan SlNPV tersebut menurunkan populasi ulat 91% lebih rendah dan
menyelamatkan kehilangan hasil 14% lebih tinggi daripada perlakuan
insektisida (Arifin et
al., 1995).
- Feromon
serangga adalah senyawa yang dihasilkan oleh serangga betina dan merupakan
sarana komunikasi dengan serangga lain dari spesies sama. Feromon
digunakan oleh serangga untuk daya tarik seksual, berkumpul, berpencar,
peletakan telur, dan tanda peringatan. Khusus seks feromon, ada empat
kegunaannya dalam program pengendalian hama, yakni sebagai bahan
perangkap, monitoring penerbangan, deteksi dan monitoring populasi, serta
pengganggu perkawinan bagi serangga jantan (Williamson, 1999). Umumnya
senyawa ini tidak digunakan secara efektif untuk mengendalikan hama,
tetapi digunakan sebagai bahan perangkap dalam kegiatan pemantauan
populasi hama. Ilmuan telah mampu menganalisis kimia dari seks feromon dan
memproduksinya secara sintetik di laboratorium (Suharto, 1996). Sebanyak
tiga buah perangkap berisi seks feromon yang dipasang pada pertanaman
kedelai umur 1-5 minggu mampu menarik ngengat ulat grayak sebanyak
417-615/ha (Chiu et
al., 1993).
- Faktor lingkungan, terutama sinar surya 290 hingga 400 nm, dapat menginaktivasi patogen serangga (bakteri, cendawan, virus, dan protozoa). Umur paruh berbagai tipe inokulum (konidia, spora, virion, dan toksin) yang disinari sinar surya tercapai dalam 1 jam untuk patogen serangga sensitif dan 96 jam untuk patogen serangga resisten (Ignoffo, 1992)
Kalau menurut pengalaman maspary cara
mengendalikan ulat grayak pada tanaman padi bisa dilakukan dengan :
- Monitoring
atau pemantauan. Setiap waktu kita harus waspada dan paling lama seminggu
sekali maspary mengajak rekan-rekan petani untuk mengamati tanaman padi
kita. Kiat cari ada hama apa saja pada tanaman kita serta kita amati
gejala-gejala serangan hama maupun penyakit yang ada. Dengan pengamatan
secara dini otomatis kita akan cepat mendeteksi adanya serangan hama ulat
grayak. Kalau kita mengetahui secara awal serangan hama tersebut maka
dengan mudah kita bisa mengendalikan hama tersebut. Maksudnya kalau ulat
masih kecil (instar I sampai III) itu masih mudah mati dengan insektisida
yang murah-murah karena kulitnya masih tipis sehingga bisa dibunuh melalui
racun kontak. Seperti bahan aktif : fipronil, betasiflutrin, deltametrin,
lamdasihalotrin, alfasipermetrin dll
- Kalau
serangan belum parah kita bisa melakukan tindakan pengendalian secara
mekanik, yaitu mengambili ulat maupun kepompong ulat grayak tersebut. Ulat
dan kepompong ulat grayak tersebut bisa kita manfaatkan untuk pakan ayam,
lele atau piaraan kita yang lain. Bahkan kalau mau ulat dan kepompong
tersebut bisa kita goreng atau dibikin peyek untuk lauk kita. Menurut
penelitian yang pernah maspary baca, ulat maupun kepompong mempunyai
kandungan protein yang sangat tinggi.
- Dengan
cara perendaman. Maksudnya kita airi sawah kita agar ulat grayak yang
bersembunyi di dalam tanah terendam dan akhirnya mati kehabisan nafas.
- Setelah
siang kita rendam malamnya kita harus melakukan pemantauan, biasanya si
ulat grayak akan keluar. kalau memungkinkan pada malam hari itu juga kita
lakukan penyemprotan dengan insektisida. Menurut maspary, Jika ulatnya
sudah besar biasanya sangat sulit dikendalikan dengan insektisida. Kita
harus pandai-pandai memilih insektisidanya. Saran maspary jika larva ulat
grayak sudah gede harus disemprot dengan insektisida yang bekerja sebagai
racun perut yang kuat seperti Larvin milik PT.Bayer atau menggunkan Poxim
milik PT.Indagro. Bisa juga menggunakan insektisida biologis yang lebih
ramah terhadap lingkungan (bacillus thuringiensis). Xenthari, Thurex
atau dipel. Karena menurut pengalaman maspary baik itu dipel, xenthari
atau thurex merupakan racun perut ulat yang sangat kuat. Atau mungkin
rekan-rekan ada alternatif insektisida racun perut yang lain bisa
digunakan.
Demikian beberapa informasi tentang tips mengendalikan ulat
grayak pada tanaman padi semoga bisa menjadi informasi untuk rekan-rekan petani
yang sedang terjadi musibah serangan ulat grayak. Akhir kata maspary ucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada rekan petani indonesia yang bersedia
membaca artikel ini sampai selesai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar